Program Studi Hukum Ekonomi Syariah UID Bahas Politik Uang dalam Perspektif Hukum Islam pada PKM Fakultas Syariah

98     21 May 2025     Pusdatin UID    

Depok, 21 Maret 2025 – Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah Universitas Islam Depok (UID) kembali melaksanakan kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) sebagai bagian dari tridharma perguruan tinggi. Bertempat secara daring melalui Zoom Meeting, acara ini mengangkat tema Pemilu & Politik Uang: Kajian Kritis Kepemiluan Perspektif Hukum Islam, dengan menghadirkan narasumber Ahmad Arif, S.E.I., M.Pd., Sekretaris Prodi Hukum Ekonomi Syariah UID. Kegiatan ini dimoderatori oleh Siti Madinatul Munawaroh, Wakil Ketua DEMA Fakultas Syariah.

Dalam pemaparannya, Ahmad Arif menjelaskan bahwa meskipun Indonesia bukan negara berbasis syariat Islam, namun keterlibatan umat Islam dalam sistem demokrasi dan pemilu dapat dibenarkan secara fikih, terutama dengan menggunakan prinsip kaidah ushul fiqh seperti

Maa la yudraku kulluhu laa yutraku kulluhu (jika tidak bisa meraih semuanya, jangan tinggalkan semuanya), dan

Maa la yatimmu al-wajib illa bihi fa huwa wajib (apa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu menjadi wajib).

Ahmad Arif juga menyampaikan bahwa dalam fikih siyasah, pemilihan pemimpin dikenal melalui konsep ahlul halli wal ‘aqdi dan musyawarah umat, yang memiliki padanan nilai dengan sistem demokrasi modern, seperti pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (LUBER JURDIL), sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan 3 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Salah satu sorotan penting dalam diskusi ini adalah larangan keras terhadap praktik politik uang (money politics). Dalam konteks hukum positif, Pasal 515 dan Pasal 523 UU Pemilu menegaskan bahwa setiap pemberian atau janji materi untuk memengaruhi pilihan pemilih merupakan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara hingga 3 tahun dan denda hingga Rp36 juta.

Dalam perspektif hukum Islam, Ahmad Arif menegaskan bahwa politik uang termasuk kategori risywah (suap) yang diharamkan, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Baqarah: 188:

Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa urusan itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.

Dikuatkan pula dengan hadis Nabi Muhammad SAW: “Rasulullah melaknat pemberi suap, penerima suap, dan perantara di antara keduanya.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Lebih lanjut, pemilu dipandang dalam Islam sebagai sarana menjaga lima prinsip pokok maqashid syariah, yaitu: Hifzhud-din (menjaga agama), Hifzhun-nafs (menjaga jiwa), Hifzhul-‘aql (menjaga akal), Hifzhul-mal (menjaga harta), Hifzhun-nasl (menjaga keturunan)

Ahmad Arif menyimpulkan bahwa dalam negara pluralistik seperti Indonesia yang dikategorikan sebagai Darul ‘Ahdi (negara perjanjian), berpartisipasi dalam pemilu dan memilih pemimpin yang amanah merupakan kewajiban moral dan syar’i, sementara praktik politik uang adalah bentuk perusakan terhadap sistem yang diharamkan.

Kegiatan ini diharapkan dapat membekali masyarakat, khususnya generasi muda Islam, dengan landasan fikih yang kokoh dalam menghadapi dinamika politik, serta memperkuat kesadaran bahwa partisipasi politik harus dilakukan dengan cara-cara yang bermartabat dan sesuai syariah.

Kegiatan ini menegaskan komitmen Fakultas Syariah UID dalam menjadi garda terdepan dalam edukasi publik berbasis nilai-nilai Islam dan konstitusi, serta mengajak umat untuk kritis dan bertanggung jawab dalam praktik politik.