Depok, 16 Mei 2025 — Universitas Islam Depok (UID) melalui Fakultas Syariah kembali menggelar Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) bertema Problematika Waris: Menjawab Mitos & Fakta Hukum Waris Islam, yang diadakan oleh Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah Universitas Islam Depok.
Kegiatan ini bertujuan untuk membangun kesadaran masyarakat terkait pentingnya memahami warisan sebagai bagian dari syariat Islam, sekaligus meluruskan berbagai mitos yang keliru dan masih banyak dipercaya.
Acara yang dilaksanakan secara daring pada Jumat, 16 Mei 2025 pukul 13.30 hingga 15.30 WIB ini menghadirkan narasumber utama Samsudin, Lc., M.H., dosen tetap Prodi Hukum Keluarga Islam UID, dan dimoderatori oleh Maulana, Pengurus Dewan Mahasiswa (DEMA) Fakultas Syariah.
Dalam paparan yang disampaikan, Samsudin menyampaikan bahwa hukum waris Islam bukan hanya aturan sosial, tetapi juga termasuk dalam ibadah yang memiliki dimensi akhirat. Ia mengutip QS. an-Nisa ayat 13–14 sebagai pengingat bahwa melaksanakan hukum waris dengan benar akan membawa keberkahan, sedangkan pelanggaran terhadapnya diancam dengan neraka. Sayangnya, kata dia, praktik di masyarakat masih sering menyimpang — dari pembagian rata tanpa memperhatikan syariat, hingga pengabaian hak anak perempuan dan penetapan warisan berdasarkan musyawarah adat semata.
Salah satu mitos yang paling sering muncul, lanjut Samsudin, adalah anggapan bahwa laki-laki selalu mendapat dua kali lipat dari perempuan. Padahal, dalam praktiknya, pembagian tersebut hanya berlaku dalam kondisi tertentu, yakni ketika kedudukan nasab laki-laki dan perempuan sama. Bahkan, dalam beberapa kasus perempuan bisa mendapatkan bagian lebih besar — seperti seorang ibu yang mendapat 1/3 harta warisan, sementara saudara laki-laki pewaris tidak mendapatkan apa-apa karena terhalang secara hukum.
Samsudin juga menegaskan bahwa anak angkat bukan ahli waris sah dalam hukum Islam, kecuali melalui wasiat yang tidak boleh melebihi sepertiga dari total harta. Selain itu, pembagian waris tidak bisa dilakukan secara langsung tanpa menyelesaikan empat tahap utama: membayar biaya pemulasaraan jenazah, melunasi utang, melaksanakan wasiat, dan barulah membagi sisa warisan kepada ahli waris sah.
Melalui PKM ini, para peserta juga dikenalkan pada syarat dan rukun waris menurut syariat, jenis ahli waris (dzawil furudh, ashabah, dan mahjub), serta tantangan implementasi hukum waris di tengah masyarakat yang masih minim literasi faraidh. Dalam sesi diskusi, Samsudin juga memaparkan solusi praktis seperti pentingnya penulisan wasiat sesuai syariat dan konsultasi dengan ulama untuk menghindari konflik.
Kegiatan ini merupakan bagian dari komitmen Fakultas Syariah UID dalam menyebarkan ilmu faraidh secara masif dan menumbuhkan kesadaran umat bahwa hukum waris adalah amanah agama, bukan sekadar urusan adat atau kebiasaan lokal. Kegiatan ini didukung oleh HIMAPRODI Hukum Keluarga Islam serta DEMA Fakultas Syariah.