Fakultas Syariah UID Kupas Tuntas Regulasi Halal Indonesia-Australia dalam Kegiatan PKM Nasional

44     23 May 2025     Pusdatin UID    

Fakultas Syariah Universitas Islam Depok (UID) kembali menunjukkan komitmennya dalam mencerdaskan masyarakat melalui kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) bertajuk Studi Komparatif: Regulasi Jaminan Produk Halal dan Sertifikasi Produk Halal di Indonesia dan Australia. Kegiatan ini diselenggarakan secara daring melalui platform Zoom Meeting pada Jumat, 9 Mei 2025, pukul 13.30 hingga 15.30 WIB. Kegiatan ini merupakan bagian dari program kerja Prodi Hukum Ekonomi Syariah UID yang secara rutin mengangkat isu-isu aktual di bidang hukum halal, ekonomi syariah, dan kebijakan publik.

Hadir sebagai narasumber utama, Bintan Dzumirroh Ariny, S.H.I., S.H., M.H., dosen tetap di Prodi Hukum Ekonomi Syariah, yang secara mendalam membahas perbandingan antara sistem sertifikasi halal di Indonesia dan Australia. 

Dalam paparannya, Bintan menjelaskan bahwa Indonesia telah memiliki kerangka hukum yang kuat dalam penyelenggaraan jaminan produk halal. Hal ini ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang kemudian diperkuat melalui PP No. 42 Tahun 2024, serta sejumlah keputusan Menteri Agama yang menetapkan jenis produk yang wajib bersertifikat halal dan bahan-bahan yang dikecualikan.

Sejak tahun 2017, Indonesia membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di bawah naungan Kementerian Agama sebagai pelaksana utama sertifikasi halal. BPJPH memiliki wewenang luas mulai dari penyusunan kebijakan, akreditasi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), registrasi auditor halal, hingga kerja sama internasional. Sertifikasi halal di Indonesia saat ini dilaksanakan melalui dua skema utama, yaitu skema reguler dan self declare, dengan proses yang mencakup pendaftaran di SI-HALAL, pemeriksaan produk, penetapan fatwa oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan penerbitan sertifikat oleh BPJPH.

Sementara itu, sistem di Australia memiliki pendekatan yang berbeda. Negara tersebut tidak memiliki badan pemerintah khusus untuk halal. Sertifikasi halal dilakukan oleh organisasi keagamaan non-pemerintah yang diakui oleh Department of Agriculture, Fisheries and Forestry (DAFF). Salah satu sistem utama yang berlaku adalah Australian Government Authorised Halal Program (AGAHP), yang mengatur ketat ekspor daging halal agar sesuai dengan ketentuan negara-negara tujuan, termasuk Indonesia. Sejumlah lembaga halal Australia yang telah menjalin kerja sama dengan BPJPH antara lain Halal Australia, Australian Halal Development and Accreditation Authority (AHDAA), dan Global Australian Halal Certification.

Dalam sesi diskusi, narasumber menekankan pentingnya harmonisasi standar halal lintas negara, terutama dalam menghadapi tantangan perdagangan global dan meningkatkan daya saing produk halal Indonesia di pasar internasional. Indonesia, sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, memiliki tanggung jawab untuk memastikan produk yang beredar aman, halal, dan sesuai syariat, sekaligus menjadi pusat rujukan halal dunia.

Kegiatan ini dimoderatori oleh Siti Madinatul Munawaroh, Wakil Ketua DEMA Fakultas Syariah UID, yang memastikan jalannya diskusi berlangsung dinamis dan partisipatif. Para peserta tidak hanya mendapatkan pemahaman konseptual dan yuridis, tetapi juga wawasan praktis terkait prosedur sertifikasi halal, peluang kerja sama luar negeri, serta isu strategis seputar halal dalam konteks perdagangan ekspor-impor.

Acara ini diselenggarakan dengan dukungan penuh dari HIMAPRODI Hukum Ekonomi Syariah dan DEMA Fakultas Syariah UID. Melalui kegiatan ini, Fakultas Syariah UID berharap dapat memperluas pemahaman publik tentang regulasi halal, membangun kolaborasi lintas sektor, serta mendorong mahasiswa menjadi agen perubahan dalam penguatan ekosistem halal nasional.